GAK
CUKUP CANTIK DILUAR
Holiday is coming, semua siswa
pondok pesantren Darussyahadah merasa gembira termasuk sepasang sahabat Ika dan
Tika tapi, justru hari ini adalah hari terakhir mereka disana, siapa yag dapat
menduga sebelumnya?
“ahh, anti-anti kenapa jam segini
masih saja tidur hani, hmm? “ celetuk Tika dengan lembutnya membangunkan
Zulaikha Hanifa yang merupakan salah satu teman dekatnya dikamar sekaligus
teman sebangkunya dikelas.
Antika Hanindya, seorang gadis yang
dapat memikat kaum adam dengan hijabnya sekaligus gadis yang dapat memikat kaum
hawa dengan gaya rambutnya sekilas. “ohh… iyya, MasyaAllah, anna lupa Hani”,
ikha gelagapan dan langsung berbenah memasukkan segalanya kedalam ransel. “ my
Hani antika, tolong jam berapa sekarang? Nanti ana di jemput jam 11, haduh..
gimana dong? Ana belum siap semuanya, gara gara tadi malam sih”
Semalam kamar salasa dipenuhi dengan
makanan ringan dan minuman sederhana sebagai bentuk perayaan hari dimana
kenaikan tingkat mereka, tanpa ada satupun yang tertinggal serta mencapai nilai
yang memuaskan terutama Ikha. Hari terakhir yang tanpa disadari tak akan pernah
mereka ulang lagi, liburan terkahir sebelum libur panjang Ramadhan.
Langit cerah telah dibumbui dengan
ribuan bintang,
sehingga mereka denngan cerita-cerita mereka,
dengan senda gurau mereka,
dengan canda tawa mereka telah
mengalahkan malam itu.
“sudahlah hani, anti sekarang mandi
saja. Ana yang bereskan semuanya karna anti telah ditunggu oleh Nyai di
ruangannya. Kayaknya penting deh,, tapi tadi ana beralasan kalau anti sedang
mandi hani”.
Yang tertinggal di kamar salasa
sekarang hanyalah celotehan mereka berdua sebab lainnya telah dijemput terlebih
dahulu.
Sembari membereskan Tika pun
melanjutkan, “cepatlah maihani zilaikha, 10 menit waktu untukmu” “iyya hani,
orang sabar itu disayang Allah”sambil melebarkan senyumnya yang manis kea rah
Tika dan langsung bergegas mandi.
Tadi dia yang terburu-buru, sekarang
kenapa malah balik yang menenangkan aku?? Desah Tika pelan.
@sesampainya diruangan Nyai
“Assalamu’alaikum…” ucap Ikha sambil
tersenyum.
“ Wa’alaikum salam, masuk dan
duduklah anakku Zulaikha. . .”
Jawab Nyai dengan tutur lembutnya.
“na’am Nyai”
“Zulaikha anakku, apakah antum telah
mempersiapkan segalanya anakku?”
“na’am Nyai, ba’da” jantungnya pun
mulai berdetak kencang.
“Zulaikha anakku, apakah antum telah
yakin tidak ada barang yang tertinggal?”
‘na’am Nyai, Ikha yakin”
Pikirannya pun mulai mengarah pada
yang bukan-bukan. Entah apa, seperti sesuatu yang cukup menjadikan masalah
baginya, bukan soal kebohongan preparenya, melainkan…
Yah…sesuatu yang bahkan ia
sendiripun tak mengerti.
“anakku,,bawalah pulang segala
barang dan jangan ada yang terlewatkan satupun dari barangmu, karena hari ini
adalah hari terakhirmu …
“Zulaikha anakku, atas kebijaksanaan
dari pesantren, untuk tahun pelajaran yang akan mendatang telah dicukupkan
bagimu agar supaya belajar dirumah saja nak,,,”
Nyai yang melihat Ikha mulai
menitikkan air mata pun juga mulai tesentuh hatinya.
Dia yang seolah-olah ingin menahan
segalanya.
Dia yang seolah-olah ingin
menyembunyikan segala kenyataan yang terjadi.
Sekarang hanya tertunduk diam
membisu menyimpan kesedihan dibalik air matanya.
Nyaipun merasakan apa yang dirasakan
oleh Ikha dan ia pun segera merangkulnya.
“anakku, lapangkanlah hatimu untuk
menerimanya. Walaupun Nyai berusaha untuk percaya padamu tidak melakukan dosa
atas hubungan terlarang ini. Tapi saksi terpercaya telah menunjukkan yang
sebaliknya anakku. Dan begitu pula dengan wanitamu”
Melihat keadaan Ikha sekarang
Nyaipun tak kuasa untuk melanjutkannya.
“tunggulah disini anakku, walimu
akan segera datang…”
@sesampainya dirumah
“tidak mungkin umi! Ikha tidak
mungkin seperti itu!”
Bantahku dengan keras sambil memeluk
Ikha yang masih sembam denga kedua mata indahnya.
“lihatlah umi, lihatlah bulek
kecilku ini…
Ia tak bersalah, bahkan dengan
keputusan yang sepihak dan tanpa ada surat peringatan terlebih dahulu. Ini
hanya fitnah umi, aku mengenal Ikha
bahkan telah ku anggap ia sebagai adikku sendiri. Aku menyayanginya umi. Aku
percaya padanya”
“ tidak anakku, jangan membuat hati
umimmu ini bertambah perih dengan ucapan serta ketidakpercayaanmu ini pada umi.
Ikha sendiri telah mengakuinya bahwa ia benar menyayangi serta mencintai wanitanya
lebih dari yang sewajarnya. Entah sejauh apa tindakan yang telah mereka lakukan
berdua. Tapi hal itu kepergok oleh senior-seniornya. Dosa macam apa yang bahkan
umi pun tak boleh mengetahuinya. Seperti hukum yang ada, Jika memang keberatan,
seharusnya Ikha bisa saja melakukan pembelaan, tapi liatlah wajahnya. Sejak
tadi yang ada hanyalah sebuah air mata tanpa ada satupun kata yang terucap.
Percayalah pada umimu anakku…”
Bencana seakan melanda keluarga
besarku. Entah apa kesalahan masing-masng dari kami.
Sesosok wanita yang sempat aku
kagumi sebelumnya
Sesosok wanita yang sempat kupercaya
sebelumnya bahwa ia telah berubah
Sesosok yang kubanggakan karena tak
lagi nakal dan akan menjadi seorang muslimah sejati
Memang benar dia telah berubah…
Tapi kenyataannya tak seperti apa
yang kupikirkan
Bahkan ini lebih buruk dari
sebelumnya
Walau bagaimanapun dia tetaplah adik
sekaligus bulek kecilku yang memang masih perlu banyak bimbingan.
Dan sejak hari itu seorang Ikha tak
pernah lagi berterus terang padaku. Seolah dia menutup dirinya sendiri.
2 bulan terakrir tak ada kabar
apapun yang kudengar mengenai wanita itu, namun tiba-tiba…
“Assalamu’alaikum…”
“wa’alaikum salam,,, maaf dengan
siapa? Dan ingin mencari siapa?” Tanya umiku pada sesosok wanita bercadar yang
tiba-tiba mencium tangannya didepan rumahku.
“saya Tika buk, temannya Zulaikha”
“wa’alaikum salam” sahut ku
berbarengan dengan Ikha dan menuju keluar karena penasaran.
Ikha kaget dengan sesosok wanita
itu. Seperti paras tubuhnya tidak asing lagi baginya. Tapi mengapa dia bisa
sampai disini?apa tujuannya? Ikha mulai bertanya-tanya dalam hati.
“Silahkan masuk nak Tika, dan
duduklah.”
Lanjut umi” maaf ada keperluan apa
sehingga nak Tika datang kesini apalagi ini menjelang malam. Demi Allah. Saya
tidak ridha jika nak Tika datang kesini apalagi sendirian disore hari begini.
Alangkah lebih baiknya jika mengajak seseorang yang lain”.
“mbak…” kode Ikha pada umiku
“tidak Ikha, mbak mengerti nak Tika
tak mungkin langsung pulang sekarang juga mengingat perjalanan yang menempuh
waktu tiga jam-an. Terlebih dia seorang gadis. Alangkah lebih baiknya jika kita
memuliakan seorang tamu. Dan mbak mengijinkan nak tika untuk bermalam disini
tidak lebih dari dua hari. Dan mengingat tidak ada kamar lain yang kosong, nak
antika bisa tidur dengan Jasmina dan kamu Ikha tidur dengan mbak. Biar masmu
nanti tidur di sofa saja. Dan kalian dilarang berduaan karna Jasmina akan ikut
bersama kalian”.
“tidak apa-apa Ikha, dan terima
kasih banyak atas kebaikan hati nya. Tika besok akan segera pulang karena takut
kalau ketahuan mama datang kesini. Tika hanya ingin meminta maaf pada keluarga
ini terutama pada ikha. Karena tika, ikha tidak bisa melanjutkan sekolah sehingga tak akan bisa lulus tahun depan dan karna tika pula jadi tidak
bisa melanjutkan cita-cita keperguruan. Dan maaf sebagai perwakilan dari mama
karna telah menuntut Ikha agar ikut dikeluarkan juga. Tika belum tenang jika
belum bertemu langsung seperti ini walaupun mama sebenarnya melarang. Maafkan
tika…”
Entah bagaimana lagi ia ingin
menutupi wajahnya, bahkan dengan cadar pun tak berarti karna telah menjadi
basah oleh air dari matanya. Tapi ia tetap tak membukanya walau disitu hanya
ada mereka berempat.
“antika,,, kamu dikeluarkan juga
karna aku, jadi kita sama”
“maafkan aku karna malam itu aku tak
bisa berterus terang padamu dan sampai pagi tiba pun tak sempat berterus terang
bahwa aku telah dikeluarkan di siang harinya.”
Suasanapun mulai membaik seiring
berjalannya waktu.
Ikha mengabdikan dirinya sebagai
pengajar Al-Qur’an di perumahan kami dan
di perumahan lainnya.dan aku tidak tahu bagaimana dengan tika setelah
bertahun-tahun.
Tapi setahun terakhir ia pernah
bersilaturrahmi kesini lagi tapi tidak sndiri melainkan bersama dengan keluargannya..
Mulai sejak itu mereka jadi rutin
mengunjungi kami setiap tahunnya walauoun dari keluargaku tak ada yang
bersilaturrahmi kesana terlebih ikha.
……………………………….………..TAMAT………………………..………………
by; nila rinjani
CARA PANDANG INI KUPAHAMI BUKAN TANPA PERJUANGAN
Baru sesaat aku menyandarkan
punggugku dikursi bambu yang cukup nyaman melepaskan penat ku sesaat. Namun
tiba-tiba…
“ Assalamu’alaikum…apa mbak
longgar?” kubaca pesan singkat dari seniorku pengajian.
Sebuah isyarat darinya agar aku
dapat menemuinya sesegera mungkin. Kulangkah kan kakiku segera bergegas menuju
rumahnya yang hanya dibatasi oleh tiga rumah dari rumahku.
Setibanya disana, aku segera
dipersilahkan masuk dan suasana terasa menegangkan bagiku. Aku tak taudan tak
pernah menduga sebelumnya. Hal apakah yang akan dibicarakan hingga seserius
ini. Padahal sebelumnya aku hanya menghormatinya saja dan tak pernah
berkomunikasi. Walaupun ia seniorku sekaligus istri dari ketua pengajian
didesaku. Kesibukannya lah yang membuat kami jarang untuk bertemu.
Apa salahku? Apa salah keluargaku?
Apa salah ayah dan ibuku? Apa salahnya dari keluarga mana aku berasal? Bukankah
dari keturunan sebelumnya kita juga masih dalam satu keluarga besar?
Mungkingkah ayahibu telah memiliki musuh padahal baru beberapa bulan saja
menetap? Aneh. Tidak mungkin ayah ibu memeiliki musuh. Lalu apa? Karna kamu
menganggap pakdeku sebagai musuhmu kah? Padahal kenyataannya pakde tak pernah
menganggap musuh siapapun. Dasar. Memang benar bahwa kamu masih keturunan
keratin. Tapi bukan kamu. Melainkan suamimu. Tapi gak seharusnya kamu sombong,
bersifat angkuh. Kalau memang berani kenapa gak langsung aja datangin kerumahku
langsung? Knapa harus pakai perantara?
Apa kamu juga ikut sok menasehati mereka? seperti layaknya amanat yang
disampaikan melalui seniorku kah? Lagian siapa dia? Aku tak ada hubungan apapun
lagi dengan anakmu itu!!
Hari-hari kulalui dengan penuh pikiran-pikiran lain yang
mungkin akan terjadi bila aku menjauhinya tiba-tiba. Memang benar bahwa dia
bukanlah siapa-siapa lagi untukku saat ini. Tapi kami putus dengan cara
baik-baik dan kamipun masih saling menyemangati serta mengingatkan satu sama
lain. Kami berusaha memegang komitmen bersama. Aku dan dia memang saling
memberi semangat lewat pesan yang kami kirimkan.
Apa jadinya bila aku menghilang
begitu saja tanpa kabar? Bukankah justru itu akan membuat nilai UNnya down? Tapi disatu sisi aku telah terikat
dengan janjiku akan menjauhinya demi permintaan dari orangtuanya yang menginginkan
masa depan yang lebih baik.
Oke!! Aku putuskan, aku tidak akan
membalas smsnya dan akan menjaga jarak dengannya.
Kecuali jika memang sangat
dibutuhkan aku akan membalas sekedarnya saja. Walau bagaimanapun itu secara
tidak langsung menjadi tanggung jawabku agar dia tidak down. Dan aku akan
merahasiakan bahwa orang tuanya telah melabrakku melalui seniorku. Karna disisi
lain aku pun juga takut kalau dia tahu, pasti…
Tidak!tidak!aku tidak boleh berpikir
buruk. Aku percaya bahwa ia akan sangat menghormati kedua orang tuanya.
Seperti yang pernah kudengar
sebelumnya, bahwa ayah ibunya mendidik dia dengan sangat keras dan kejam dari
sejak kecil. Tapi aku yakin dia tidak akan durhaka walau sedikitpun.
TINGTUNG
Hapeku bergetar dan kubaca sebuah
pesan singkat.
Seperti yang kuduga sebelumya, pesan
itu dikirim olehnya”dik, kok gak pernah dibales lagi? Adik marah ya? Bukannya
kita sudah sepakat sebelumnya untuk focus ke sekolah masing-masing terlebih
kakak sekolah di SMA terbaik dan adik di SMK terbaik di kota ini. Tapi bukan
berarti tali silaturrahmi kita juga ikut putus bukan? Entah kenapa aku jadi
kepikiran kamu dik. Ditambah lagi kemarin baru kusadari fotomu didompetku
tiba-tiba menghilang. “
Tanpa kusadari layar hapeku basah.
Entah air mati bahagia atau malah sebaliknya.
Tapi segeraku hapus airmata dan sms
darinya. Dan segera kubalas
“Maaf kak sebelumnya hapeku rusak.
Adik baik kok. Dan soal foto itu salah sendiri gak minta ijin dulu.lebih
baik Kakak fokus sama UN h-15”
Maafkan aku tentang segalanya kak.
Aku tau kalau foto itu tidak hilang begitu saja. Foto itu lah yang menjadi
penyebab hari itu.
Foto itu telah di sobek lalu dibakar
oleh ibumu kak. Tapi apa dayaku…
Dengan sesaat aku buka balasan
darinya” yang bener dik? Ya udah kalau gitu goodluck”
Haricepat berlalu , tanpa disadari
dua bulan telah berlalu. Aku sedikit lega karna sudah menyelesaikan ujian
kenaikan kelas dan telah menerima hasil yang sesuai target. Namun baru ku
ketahui bahwa dia benar-benar down. Ia tak pernah mengaku padaku mengenai hasil
dari yang dibuahkannya selama ini. Memang dia pernah bercerita bahwa dia mudah
sekali terpengaruh oleh gesekan-gesekan terlebih dari orangtuanya.
Disini aku merasa sangat bersalah.
Tapi apakah ini semua hanyalah salahku seorang? Tidak!!
Disisi lain pun ku dengar ibunya
mendatangi seniorku yang lainnya. Entah apa yang dikatakan. Yang jelas hal itu
telah membuat dia menjadi pasif dalam organisasi terutama remaja masjid.
Sekali lagi aku merasa terpukul.
Disatu sisi aku tidak terima jika hanya aku yang disalah kan, akan tetapi aku
juga tidak bisa menerima jika mereka-mereka juga terkena. Cukuplah hanya aku
seorang saja yang dilabraknya.kenapa kamu tidak melihat kedalam dirimu sendiri?
Jika berani labraklah aku lagi kali ini ,tetapi secara langsung.
Semakin hari aku merasa semakin
bersalah.
Ia tidak diterima difakultas sesuai impiannya. Tidak snmptn
maupun sbmptn. Nilainya benar-benar hancur. Padahal sebelumnya dia lumayan
pintar. Tak tau seberapa pintarnya jika dibandingkanku.
Gesekan apalagi ini YA ALLAH…
Kumemohon agar diberikan jalan
terbaik dari yang terbaik sesuai kehendak-Mu.
Dia semakin sering mengirimkan pesan
singkat namun tak pernah kubalas satupun. Dan terakhir dia mengatakan tidak
kuat lagi dengan sikap keras orangtuanya dan dia memutuskan tidak mau melanjutkan
kuliah. Niat belajarnya semakin menurun untuk mengikuti tes mandiri dikarenakan
orangtuanya yang sering berdebat dan terlalu memaksakannya. Dia ingin
berwirausaha untuk kedepannya namun orangtua tak pernah mendukungnya.
Tak dapat kutahan lagi semua beban
ini apalagi setelah membaca pesan terakhirnya dan langsung ku luapkan
segalanya. Dari awal sampai akhir tak ada satupun yang terlewatkan. Ingin ku
berbicara langsung dengannya, namun itu tidak mungkin mengingat aku bakalan
mudah gugup.
Panjang lebar kuketik beberapa pesan
singkat untuk meluapkan segala bebanku. Bukan hanya itu,tak lupa ku ingatkan
padanya agar menuruti orangtuanya. Karna walaubagaimanapun ridha ALLAH berada
pada ridha orangtua. Rasanya tangan ini pun sudah takkuat mengetiknya. Secara
cermat kubaca kembali pesan yang telah kuketik dan segera kukirimkan. Dan
tiba-tiba ku baca balasan darinya yang seolah hal itu hanya sebuah canda saja
baginya.
Satu hal yang membuatku kecewa kali
ini.
Apakah karena terlalu banyak dan
panjang sehingga kebingungan memahaminya? Terserah!
Mulai saat ini aku tidak akan peduli
dengan apapun yang terjadi padanya. Akan kubuang jauh segala rasa dihati ini.
Aku memutuskan benar-benar lostcontact untuk kali ini.
Akan kutunjukkan bahwa dia bukanlah
jodohku. Agar harapan dari ibunya terpenuhi bahwa jodohnya bukanlah aku.
………………………………………………..TAMAT…………………………………………
BY: NI LA RINJANI
Bertemu Cinta
Saat itu aku duduk disamping sungai dekat sawah. Tempat yang sangat nyaman
bagiku untuk meluapkan semua yang kurasakan. Ku tulis cerita, lalu ku larung
bersama perahu kertasku. Perahu kertasku berlayar...
“Kau menjatuhkan
ini”, kata seorang pria yang tiba-tiba berada disampingku.
“Ohh.. itu perahu
kertasku, memang sengaja aku hanyutkan”, jawabku sembari mengambil perahu itu
dari tangannya.
“Ohh gitu.. Aku
Azriel. Kamu?”, tanyanya.
“Azeela”, jawabku
singkat.
Ya, Azriel namanya. Aku tak pernah
bertemu pria seperti Azriel sebelumnya. Ada rasa yang berbeda, yang sulit untuk
dijelaskan.
Sejak aku bertemu dengan Azriel, aku
sering datang ke tempat itu, dan selalu bertemu dengan Azriel. Menghabiskan
waktu bersama, bercerita tentang diri, dan itu semua membuat aku lebih mengenal
sosok Azriel. Membuat ‘rasa itu’ semakin menari-nari dihatiku. Mungkinkah aku
jatuh cinta?
Tetapi setelah beberapa hari, aku
tak pernah melihat dia lagi ditempat itu. Setiap hari ku datangi tempat itu
tapi tak pernah ku lihat dirinya ada disana. Akupun merasa ada yang hilang
semenjak saat itu.
Aku mulai bosan. Hari-hariku seakan
tak berwarna lagi ketika aku tak bersamanya. Ku buat perahu kertas lagi, dan ku
tuliskan satu puisi didalamnya..
Aku ingin bahagia bersamamu
Hari-hariku tak berwarna tanpa kamu
Aku tak mengerti apa yang ada dalam hatiku
Namun lamunanku tak pernah lepas darimu
Ki larungkan lagi perahu kertasku
Berharap kau mengambilnya lagi
seperti waktu itu
Lalu ku larung
perahuku sembari ku ingat saat itu. Saat aku bertemu Azriel, saat aku
menghabiskan waktu bersamanya. Tuhan.. aku merindukannya, sangat merindukannya.
“Kau menjatuhkan perahu
kertasmu lagi, Azeela”
Lamunanku buyar,
aku terkejut. Aku kenal suara itu, suara yang tak asing bagiku. Azriel. Tuhan..
ingin rasanya aku memeluknya, aku bahagia bertemu dengannya lagi.
“Azriel. Kamu
kemana aja? Tiap aku kesini kamu gak ada”, tanyaku.
“Maaf Zeela.
Zeela boleh aku bicara sesuatu?”.
Wajahnya yang
teduh itu terlihat sangat serius. Mendadak jantungku berdebar tak menentu.
Namun aku berusaha menutupinya dan mencoba untuk tenang.
“Tentu, bicara
apa Zriel?”, jawabku.
“Aku ingin
berbagi hidupku bersamamu. Hanya denganmu. Aku ingin kita bersama, hanya ada
aku, kamu, dan anak-anak kita kelak. Aku ingin kau menuliskan kisah kita
berdua. Tapi ada saatu hal yang membuatku tak bisa bersanding denganmu..”,
ucapannya terhenti dan matanya mulai berkaca-kaca.
“Kenapa, Zriel?”,
tanyaku penasaran.
“Aku Leukimia dan
aku divonis hidupku tak akan lama lagi”, katanya sembari menundukkan kepala.
Betapa terkejutnya aku mendengar
semua itu. Senang, bercampur sedih. Ternyata dibalik ketegarannya, dibalik
matanya yang teduh itu, tersimpan jiwa yang rapuh. Azriel, ingin rasanya aku
memelukmu, menguatkanmu dari sakit yang kau derita itu, kata batinku.
“Jadi kamarin
kamu..”, ucapanku terhenti.
“Ya, aku pergi
untuk berobat. Tapi pikiranku tak pernah lepas darimu. Aku ingin bersamamu,
sangat ingin bersamamu. Tapi ragaku tak mampu La”.
Ku tatap matanya
dalam-dalam. Ku coba melihat rasa yang ada dibalik matanya itu.
“Ku lihat ada
cahaya dimatamu, ada ketulusan tersimpan didalamnya. Coba kamu buka perahu
kertas itu”, kataku.
Perlahan tangannya membukaa setiap
lipatan perahu keertas itu. Terlihatlah puisi yang ku buat tadi, dengan tinta
yang mulai memudar. Mata Azriel berkaca-kaca.
“Jadi kamu...”,
katanya. “Ya, itu yang ku rasakan”, potongku.
“Tapi aku...”,
ucapannya terhenti.
“Aku
menyayangimu, aku ingin bahagia bersamamu, tak perduli seperti apa keadaanmu,
tak perduli seberapa lama kebahagiaan itu. Karena bersama, kita bisa buat
kebahagiaan itu tak ternilai harganya. Tak kan pernah mati meski jiwa kita
telah mati”, sahutku.
Langit seakan diselimutu
rasa haru, Azriel dan Azeela menjadi satu.
Pagi itu, 2 kalimat syahadat menjadi
saksi bahwa Azriel dan Azeela ditakdirkan untuk bersama. Berjanji untuk saling
menyayangi, saling menjaga, dan saling melengkapi. Impianku telah menjadi
nyata, bersatu dengan cintaku, Azriel. Dan mengukir kebahagiaan yang tak akan
pernah hilang meskipun cepat atau lambat akan ditinggalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar