Minggu, 14 September 2014

kumpulan cerpenku.kaligrafi.penacerpen.nilarinjani



GAK CUKUP CANTIK DILUAR
Holiday is coming, semua siswa pondok pesantren Darussyahadah merasa gembira termasuk sepasang sahabat Ika dan Tika tapi, justru hari ini adalah hari terakhir mereka disana, siapa yag dapat menduga sebelumnya?
“ahh, anti-anti kenapa jam segini masih saja tidur hani, hmm? “ celetuk Tika dengan lembutnya membangunkan Zulaikha Hanifa yang merupakan salah satu teman dekatnya dikamar sekaligus teman sebangkunya dikelas.
Antika Hanindya, seorang gadis yang dapat memikat kaum adam dengan hijabnya sekaligus gadis yang dapat memikat kaum hawa dengan gaya rambutnya sekilas. “ohh… iyya, MasyaAllah, anna lupa Hani”, ikha gelagapan dan langsung berbenah memasukkan segalanya kedalam ransel. “ my Hani antika, tolong jam berapa sekarang? Nanti ana di jemput jam 11, haduh.. gimana dong? Ana belum siap semuanya, gara gara tadi malam sih”
Semalam kamar salasa dipenuhi dengan makanan ringan dan minuman sederhana sebagai bentuk perayaan hari dimana kenaikan tingkat mereka, tanpa ada satupun yang tertinggal serta mencapai nilai yang memuaskan terutama Ikha. Hari terakhir yang tanpa disadari tak akan pernah mereka ulang lagi, liburan terkahir sebelum libur panjang Ramadhan.
Langit cerah telah dibumbui dengan ribuan bintang,
 sehingga mereka denngan cerita-cerita mereka,
 dengan senda gurau mereka,
dengan canda tawa mereka telah mengalahkan malam itu.
“sudahlah hani, anti sekarang mandi saja. Ana yang bereskan semuanya karna anti telah ditunggu oleh Nyai di ruangannya. Kayaknya penting deh,, tapi tadi ana beralasan kalau anti sedang mandi hani”.
Yang tertinggal di kamar salasa sekarang hanyalah celotehan mereka berdua sebab lainnya telah dijemput terlebih dahulu.
Sembari membereskan Tika pun melanjutkan, “cepatlah maihani zilaikha, 10 menit waktu untukmu” “iyya hani, orang sabar itu disayang Allah”sambil melebarkan senyumnya yang manis kea rah Tika dan langsung bergegas mandi.
Tadi dia yang terburu-buru, sekarang kenapa malah balik yang menenangkan aku?? Desah Tika pelan.

@sesampainya diruangan Nyai
“Assalamu’alaikum…” ucap Ikha sambil tersenyum.
“ Wa’alaikum salam, masuk dan duduklah anakku Zulaikha. . .”
Jawab Nyai dengan tutur lembutnya.
“na’am Nyai”
“Zulaikha anakku, apakah antum telah mempersiapkan segalanya anakku?”
“na’am Nyai, ba’da” jantungnya pun mulai berdetak kencang.
“Zulaikha anakku, apakah antum telah yakin tidak ada barang yang tertinggal?”
‘na’am Nyai, Ikha yakin”
Pikirannya pun mulai mengarah pada yang bukan-bukan. Entah apa, seperti sesuatu yang cukup menjadikan masalah baginya, bukan soal kebohongan preparenya, melainkan…
Yah…sesuatu yang bahkan ia sendiripun tak mengerti.
“anakku,,bawalah pulang segala barang dan jangan ada yang terlewatkan satupun dari barangmu, karena hari ini adalah hari terakhirmu …
“Zulaikha anakku, atas kebijaksanaan dari pesantren, untuk tahun pelajaran yang akan mendatang telah dicukupkan bagimu agar supaya belajar dirumah saja nak,,,”
Nyai yang melihat Ikha mulai menitikkan air mata pun juga mulai tesentuh hatinya.
Dia yang seolah-olah ingin menahan segalanya.
Dia yang seolah-olah ingin menyembunyikan segala kenyataan yang terjadi.
Sekarang hanya tertunduk diam membisu menyimpan kesedihan dibalik air matanya.
Nyaipun merasakan apa yang dirasakan oleh Ikha dan ia pun segera merangkulnya.
“anakku, lapangkanlah hatimu untuk menerimanya. Walaupun Nyai berusaha untuk percaya padamu tidak melakukan dosa atas hubungan terlarang ini. Tapi saksi terpercaya telah menunjukkan yang sebaliknya anakku. Dan begitu pula dengan wanitamu”
Melihat keadaan Ikha sekarang Nyaipun tak kuasa untuk melanjutkannya.
“tunggulah disini anakku, walimu akan segera datang…”


@sesampainya dirumah
“tidak mungkin umi! Ikha tidak mungkin seperti itu!”
Bantahku dengan keras sambil memeluk Ikha yang masih sembam denga kedua mata indahnya.
“lihatlah umi, lihatlah bulek kecilku ini…
Ia tak bersalah, bahkan dengan keputusan yang sepihak dan tanpa ada surat peringatan terlebih dahulu. Ini hanya fitnah umi, aku  mengenal Ikha bahkan telah ku anggap ia sebagai adikku sendiri. Aku menyayanginya umi. Aku percaya padanya”
“ tidak anakku, jangan membuat hati umimmu ini bertambah perih dengan ucapan serta ketidakpercayaanmu ini pada umi. Ikha sendiri telah mengakuinya bahwa ia benar menyayangi serta mencintai wanitanya lebih dari yang sewajarnya. Entah sejauh apa tindakan yang telah mereka lakukan berdua. Tapi hal itu kepergok oleh senior-seniornya. Dosa macam apa yang bahkan umi pun tak boleh mengetahuinya. Seperti hukum yang ada, Jika memang keberatan, seharusnya Ikha bisa saja melakukan pembelaan, tapi liatlah wajahnya. Sejak tadi yang ada hanyalah sebuah air mata tanpa ada satupun kata yang terucap. Percayalah pada umimu anakku…”
Bencana seakan melanda keluarga besarku. Entah apa kesalahan masing-masng dari kami.
Sesosok wanita yang sempat aku kagumi sebelumnya
Sesosok wanita yang sempat kupercaya sebelumnya bahwa ia telah berubah
Sesosok yang kubanggakan karena tak lagi nakal dan akan menjadi seorang muslimah sejati
Memang benar dia telah berubah…
Tapi kenyataannya tak seperti apa yang kupikirkan
Bahkan ini lebih buruk dari sebelumnya
Walau bagaimanapun dia tetaplah adik sekaligus bulek kecilku yang memang masih perlu banyak bimbingan.
Dan sejak hari itu seorang Ikha tak pernah lagi berterus terang padaku. Seolah dia menutup dirinya sendiri.
2 bulan terakrir tak ada kabar apapun yang kudengar mengenai wanita itu, namun tiba-tiba…
“Assalamu’alaikum…”
“wa’alaikum salam,,, maaf dengan siapa? Dan ingin mencari siapa?” Tanya umiku pada sesosok wanita bercadar yang tiba-tiba mencium tangannya didepan rumahku.
“saya Tika buk, temannya Zulaikha”
“wa’alaikum salam” sahut ku berbarengan dengan Ikha dan menuju keluar karena penasaran.
Ikha kaget dengan sesosok wanita itu. Seperti paras tubuhnya tidak asing lagi baginya. Tapi mengapa dia bisa sampai disini?apa tujuannya? Ikha mulai bertanya-tanya dalam hati.
“Silahkan masuk nak Tika, dan duduklah.”
Lanjut umi” maaf ada keperluan apa sehingga nak Tika datang kesini apalagi ini menjelang malam. Demi Allah. Saya tidak ridha jika nak Tika datang kesini apalagi sendirian disore hari begini. Alangkah lebih baiknya jika mengajak seseorang yang lain”.
“mbak…” kode Ikha pada umiku
“tidak Ikha, mbak mengerti nak Tika tak mungkin langsung pulang sekarang juga mengingat perjalanan yang menempuh waktu tiga jam-an. Terlebih dia seorang gadis. Alangkah lebih baiknya jika kita memuliakan seorang tamu. Dan mbak mengijinkan nak tika untuk bermalam disini tidak lebih dari dua hari. Dan mengingat tidak ada kamar lain yang kosong, nak antika bisa tidur dengan Jasmina dan kamu Ikha tidur dengan mbak. Biar masmu nanti tidur di sofa saja. Dan kalian dilarang berduaan karna Jasmina akan ikut bersama kalian”.
“tidak apa-apa Ikha, dan terima kasih banyak atas kebaikan hati nya. Tika besok akan segera pulang karena takut kalau ketahuan mama datang kesini. Tika hanya ingin meminta maaf pada keluarga ini terutama pada ikha. Karena tika, ikha tidak bisa melanjutkan sekolah  sehingga tak akan bisa lulus  tahun depan dan karna tika pula jadi tidak bisa melanjutkan cita-cita keperguruan. Dan maaf sebagai perwakilan dari mama karna telah menuntut Ikha agar ikut dikeluarkan juga. Tika belum tenang jika belum bertemu langsung seperti ini walaupun mama sebenarnya melarang. Maafkan tika…”
Entah bagaimana lagi ia ingin menutupi wajahnya, bahkan dengan cadar pun tak berarti karna telah menjadi basah oleh air dari matanya. Tapi ia tetap tak membukanya walau disitu hanya ada mereka berempat.
“antika,,, kamu dikeluarkan juga karna aku, jadi kita sama”
“maafkan aku karna malam itu aku tak bisa berterus terang padamu dan sampai pagi tiba pun tak sempat berterus terang bahwa aku telah dikeluarkan di siang harinya.”

Suasanapun mulai membaik seiring berjalannya waktu.
Ikha mengabdikan dirinya sebagai pengajar  Al-Qur’an di perumahan kami dan di perumahan lainnya.dan aku tidak tahu bagaimana dengan tika setelah bertahun-tahun.
Tapi setahun terakhir ia pernah bersilaturrahmi kesini lagi tapi tidak sndiri melainkan bersama dengan keluargannya..
Mulai sejak itu mereka jadi rutin mengunjungi kami setiap tahunnya walauoun dari keluargaku tak ada yang bersilaturrahmi kesana terlebih ikha.

……………………………….………..TAMAT………………………..………………


by; nila rinjani 





CARA PANDANG INI KUPAHAMI BUKAN TANPA PERJUANGAN
Baru sesaat aku menyandarkan punggugku dikursi bambu yang cukup nyaman melepaskan penat ku sesaat. Namun tiba-tiba…
“ Assalamu’alaikum…apa mbak longgar?” kubaca pesan singkat dari seniorku pengajian.
Sebuah isyarat darinya agar aku dapat menemuinya sesegera mungkin. Kulangkah kan kakiku segera bergegas menuju rumahnya yang hanya dibatasi oleh tiga rumah dari rumahku.
Setibanya disana, aku segera dipersilahkan masuk dan suasana terasa menegangkan bagiku. Aku tak taudan tak pernah menduga sebelumnya. Hal apakah yang akan dibicarakan hingga seserius ini. Padahal sebelumnya aku hanya menghormatinya saja dan tak pernah berkomunikasi. Walaupun ia seniorku sekaligus istri dari ketua pengajian didesaku. Kesibukannya lah yang membuat kami jarang untuk bertemu.

Apa salahku? Apa salah keluargaku? Apa salah ayah dan ibuku? Apa salahnya dari keluarga mana aku berasal? Bukankah dari keturunan sebelumnya kita juga masih dalam satu keluarga besar? Mungkingkah ayahibu telah memiliki musuh padahal baru beberapa bulan saja menetap? Aneh. Tidak mungkin ayah ibu memeiliki musuh. Lalu apa? Karna kamu menganggap pakdeku sebagai musuhmu kah? Padahal kenyataannya pakde tak pernah menganggap musuh siapapun. Dasar. Memang benar bahwa kamu masih keturunan keratin. Tapi bukan kamu. Melainkan suamimu. Tapi gak seharusnya kamu sombong, bersifat angkuh. Kalau memang berani kenapa gak langsung aja datangin kerumahku langsung? Knapa  harus pakai perantara? Apa kamu juga ikut sok menasehati mereka? seperti layaknya amanat yang disampaikan melalui seniorku kah? Lagian siapa dia? Aku tak ada hubungan apapun lagi dengan anakmu itu!!

Hari-hari kulalui  dengan penuh pikiran-pikiran lain yang mungkin akan terjadi bila aku menjauhinya tiba-tiba. Memang benar bahwa dia bukanlah siapa-siapa lagi untukku saat ini. Tapi kami putus dengan cara baik-baik dan kamipun masih saling menyemangati serta mengingatkan satu sama lain. Kami berusaha memegang komitmen bersama. Aku dan dia memang saling memberi semangat lewat pesan yang kami kirimkan.
Apa jadinya bila aku menghilang begitu saja tanpa kabar? Bukankah justru itu akan membuat nilai UNnya  down? Tapi disatu sisi aku telah terikat dengan janjiku akan menjauhinya demi permintaan dari orangtuanya yang menginginkan masa depan yang lebih baik.
Oke!! Aku putuskan, aku tidak akan membalas smsnya dan akan menjaga jarak dengannya.
Kecuali jika memang sangat dibutuhkan aku akan membalas sekedarnya saja. Walau bagaimanapun itu secara tidak langsung menjadi tanggung jawabku agar dia tidak down. Dan aku akan merahasiakan bahwa orang tuanya telah melabrakku melalui seniorku. Karna disisi lain aku pun juga takut kalau dia tahu, pasti…
Tidak!tidak!aku tidak boleh berpikir buruk. Aku percaya bahwa ia akan sangat menghormati kedua orang tuanya.
Seperti yang pernah kudengar sebelumnya, bahwa ayah ibunya mendidik dia dengan sangat keras dan kejam dari sejak kecil. Tapi aku yakin dia tidak akan durhaka walau sedikitpun.

TINGTUNG
Hapeku bergetar dan kubaca sebuah pesan singkat.
Seperti yang kuduga sebelumya, pesan itu dikirim olehnya”dik, kok gak pernah dibales lagi? Adik marah ya? Bukannya kita sudah sepakat sebelumnya untuk focus ke sekolah masing-masing terlebih kakak sekolah di SMA terbaik dan adik di SMK terbaik di kota ini. Tapi bukan berarti tali silaturrahmi kita juga ikut putus bukan? Entah kenapa aku jadi kepikiran kamu dik. Ditambah lagi kemarin baru kusadari fotomu didompetku tiba-tiba menghilang. “
Tanpa kusadari layar hapeku basah. Entah air mati  bahagia atau malah sebaliknya.
Tapi segeraku hapus airmata dan sms darinya. Dan segera kubalas
“Maaf kak sebelumnya hapeku rusak. Adik baik kok. Dan soal foto itu salah sendiri gak minta ijin dulu.lebih baik  Kakak fokus sama UN h-15”
Maafkan aku tentang segalanya kak. Aku tau kalau foto itu tidak hilang begitu saja. Foto itu lah yang menjadi penyebab hari itu.
Foto itu telah di sobek lalu dibakar oleh ibumu kak. Tapi apa dayaku…
Dengan sesaat aku buka balasan darinya” yang bener dik? Ya udah kalau gitu goodluck”

Haricepat berlalu , tanpa disadari dua bulan telah berlalu. Aku sedikit lega karna sudah menyelesaikan ujian kenaikan kelas dan telah menerima hasil yang sesuai target. Namun baru ku ketahui bahwa dia benar-benar down. Ia tak pernah mengaku padaku mengenai hasil dari yang dibuahkannya selama ini. Memang dia pernah bercerita bahwa dia mudah sekali terpengaruh oleh gesekan-gesekan terlebih dari orangtuanya.
Disini aku merasa sangat bersalah. Tapi apakah ini semua hanyalah salahku seorang? Tidak!!
Disisi lain pun ku dengar ibunya mendatangi seniorku yang lainnya. Entah apa yang dikatakan. Yang jelas hal itu telah membuat dia menjadi pasif dalam organisasi terutama remaja masjid.
Sekali lagi aku merasa terpukul. Disatu sisi aku tidak terima jika hanya aku yang disalah kan, akan tetapi aku juga tidak bisa menerima jika mereka-mereka juga terkena. Cukuplah hanya aku seorang saja yang dilabraknya.kenapa kamu tidak melihat kedalam dirimu sendiri? Jika berani labraklah aku lagi kali ini ,tetapi secara langsung.
Semakin hari aku merasa semakin bersalah.
Ia tidak diterima  difakultas sesuai impiannya. Tidak snmptn maupun sbmptn. Nilainya benar-benar hancur. Padahal sebelumnya dia lumayan pintar. Tak tau seberapa pintarnya jika dibandingkanku.
Gesekan apalagi ini YA ALLAH…
Kumemohon agar diberikan jalan terbaik dari yang terbaik sesuai kehendak-Mu.
Dia semakin sering mengirimkan pesan singkat namun tak pernah kubalas satupun. Dan terakhir dia mengatakan tidak kuat lagi dengan sikap keras orangtuanya dan dia memutuskan tidak mau melanjutkan kuliah. Niat belajarnya semakin menurun untuk mengikuti tes mandiri dikarenakan orangtuanya yang sering berdebat dan terlalu memaksakannya. Dia ingin berwirausaha untuk kedepannya namun orangtua tak pernah mendukungnya.

Tak dapat kutahan lagi semua beban ini apalagi setelah membaca pesan terakhirnya dan langsung ku luapkan segalanya. Dari awal sampai akhir tak ada satupun yang terlewatkan. Ingin ku berbicara langsung dengannya, namun itu tidak mungkin mengingat aku bakalan mudah gugup.
Panjang lebar kuketik beberapa pesan singkat untuk meluapkan segala bebanku. Bukan hanya itu,tak lupa ku ingatkan padanya agar menuruti orangtuanya. Karna walaubagaimanapun ridha ALLAH berada pada ridha orangtua. Rasanya tangan ini pun sudah takkuat mengetiknya. Secara cermat kubaca kembali pesan yang telah kuketik dan segera kukirimkan. Dan tiba-tiba ku baca balasan darinya yang seolah hal itu hanya sebuah canda saja baginya.
Satu hal yang membuatku kecewa kali ini.
Apakah karena terlalu banyak dan panjang sehingga kebingungan memahaminya? Terserah!
Mulai saat ini aku tidak akan peduli dengan apapun yang terjadi padanya. Akan kubuang jauh segala rasa dihati ini. Aku memutuskan benar-benar lostcontact untuk kali ini.
Akan kutunjukkan bahwa dia bukanlah jodohku. Agar harapan dari ibunya terpenuhi bahwa jodohnya bukanlah aku.


………………………………………………..TAMAT…………………………………………

BY: NI LA RINJANI



Bertemu Cinta
        Saat itu aku duduk disamping sungai dekat sawah. Tempat yang sangat nyaman bagiku untuk meluapkan semua yang kurasakan. Ku tulis cerita, lalu ku larung bersama perahu kertasku. Perahu kertasku berlayar...
“Kau menjatuhkan ini”, kata seorang pria yang tiba-tiba berada disampingku.
“Ohh.. itu perahu kertasku, memang sengaja aku hanyutkan”, jawabku sembari mengambil perahu itu dari tangannya.
“Ohh gitu.. Aku Azriel. Kamu?”, tanyanya.
“Azeela”, jawabku singkat.
            Ya, Azriel namanya. Aku tak pernah bertemu pria seperti Azriel sebelumnya. Ada rasa yang berbeda, yang sulit untuk dijelaskan.
            Sejak aku bertemu dengan Azriel, aku sering datang ke tempat itu, dan selalu bertemu dengan Azriel. Menghabiskan waktu bersama, bercerita tentang diri, dan itu semua membuat aku lebih mengenal sosok Azriel. Membuat ‘rasa itu’ semakin menari-nari dihatiku. Mungkinkah aku jatuh cinta?
            Tetapi setelah beberapa hari, aku tak pernah melihat dia lagi ditempat itu. Setiap hari ku datangi tempat itu tapi tak pernah ku lihat dirinya ada disana. Akupun merasa ada yang hilang semenjak saat itu.
            Aku mulai bosan. Hari-hariku seakan tak berwarna lagi ketika aku tak bersamanya. Ku buat perahu kertas lagi, dan ku tuliskan satu puisi didalamnya..
Aku ingin bahagia bersamamu
Hari-hariku tak berwarna tanpa kamu
Aku tak mengerti apa yang ada dalam hatiku
Namun lamunanku tak pernah lepas darimu
Ki larungkan lagi perahu kertasku
 Berharap kau mengambilnya lagi seperti waktu itu

Lalu ku larung perahuku sembari ku ingat saat itu. Saat aku bertemu Azriel, saat aku menghabiskan waktu bersamanya. Tuhan.. aku merindukannya, sangat merindukannya.
“Kau menjatuhkan perahu kertasmu lagi, Azeela”
Lamunanku buyar, aku terkejut. Aku kenal suara itu, suara yang tak asing bagiku. Azriel. Tuhan.. ingin rasanya aku memeluknya, aku bahagia bertemu dengannya lagi.
“Azriel. Kamu kemana aja? Tiap aku kesini kamu gak ada”, tanyaku.
“Maaf Zeela. Zeela boleh aku bicara sesuatu?”.
Wajahnya yang teduh itu terlihat sangat serius. Mendadak jantungku berdebar tak menentu. Namun aku berusaha menutupinya dan mencoba untuk tenang.
“Tentu, bicara apa Zriel?”, jawabku.
“Aku ingin berbagi hidupku bersamamu. Hanya denganmu. Aku ingin kita bersama, hanya ada aku, kamu, dan anak-anak kita kelak. Aku ingin kau menuliskan kisah kita berdua. Tapi ada saatu hal yang membuatku tak bisa bersanding denganmu..”, ucapannya terhenti dan matanya mulai berkaca-kaca.
“Kenapa, Zriel?”, tanyaku penasaran.
“Aku Leukimia dan aku divonis hidupku tak akan lama lagi”, katanya sembari menundukkan kepala.
            Betapa terkejutnya aku mendengar semua itu. Senang, bercampur sedih. Ternyata dibalik ketegarannya, dibalik matanya yang teduh itu, tersimpan jiwa yang rapuh. Azriel, ingin rasanya aku memelukmu, menguatkanmu dari sakit yang kau derita itu, kata batinku.
“Jadi kamarin kamu..”, ucapanku terhenti.
“Ya, aku pergi untuk berobat. Tapi pikiranku tak pernah lepas darimu. Aku ingin bersamamu, sangat ingin bersamamu. Tapi ragaku tak mampu La”.
Ku tatap matanya dalam-dalam. Ku coba melihat rasa yang ada dibalik matanya itu.
“Ku lihat ada cahaya dimatamu, ada ketulusan tersimpan didalamnya. Coba kamu buka perahu kertas itu”, kataku.
            Perlahan tangannya membukaa setiap lipatan perahu keertas itu. Terlihatlah puisi yang ku buat tadi, dengan tinta yang mulai memudar. Mata Azriel berkaca-kaca.
“Jadi kamu...”, katanya. “Ya, itu yang ku rasakan”, potongku.
“Tapi aku...”, ucapannya terhenti.
“Aku menyayangimu, aku ingin bahagia bersamamu, tak perduli seperti apa keadaanmu, tak perduli seberapa lama kebahagiaan itu. Karena bersama, kita bisa buat kebahagiaan itu tak ternilai harganya. Tak kan pernah mati meski jiwa kita telah mati”, sahutku.
Langit seakan diselimutu rasa haru, Azriel dan Azeela menjadi satu.
            Pagi itu, 2 kalimat syahadat menjadi saksi bahwa Azriel dan Azeela ditakdirkan untuk bersama. Berjanji untuk saling menyayangi, saling menjaga, dan saling melengkapi. Impianku telah menjadi nyata, bersatu dengan cintaku, Azriel. Dan mengukir kebahagiaan yang tak akan pernah hilang meskipun cepat atau lambat akan ditinggalkan.